Tepat
seminggu silam, untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Waduk
Jatiluhur, Purwakarta. Acara kantor, outbond sih katanya. Lumayanlah buat pemecah rutinitas kantor yang itu-itu aja.
Jatiluhur
adalah waduk yang indah, terutama kala matahari terbit dan terbenam. Kebetulan
kami tiba di sana sore hari, sebelum magrib, jadi sempet menikmati indahnya sunset
di sana. Waduk ini sendiri dikelilingi bukit-bukit yang menjulang dengan
pepohonan hijau yang dominan. Di beberapa bukit batu-batu besar sebesar gajah
(atau bahkan lebih) nampak menyeruak di tengah hijaunya pepohonan.
Sampan-sampan telah merapat di tepian setelah mengarungi waduk seharian. Di
kejauhan terlihat rumah-rumah kecil di tengah waduk, tempat pemilik keramba
menjaga kerambanya. Langit senja berwarna jingga diselubungi awan-awan dan
gelap sebentar lagi turun.
Ternyata
kegiatan pertama tidaklah berhubungan dengan air, tetapi bebatuan raksasa tadi.
Hari kedua kami berlayar menuju tepian yang agak jauh. Setelah kira-kira 20
menit berperahu, batu-batu besar mulai kelihatan menyambut kedatangan perahu-perahu kami. Kegiatan hari
ini adalah panjat tebing. Kayaknya istilah “panjat tebing” nggak tepat juga sih, soalnya kami akan menuruni tebing
dan menyeberang tebing. Dan tebing yang dipakai pun sebenarnya batu raksasa
segede tebing,hehe.
Fail
prepare is prepare to fail.
Persiapan
itu penting bro! Apalagi buat
kegiatan yang mempertaruhkan nyawa gini.
Turun tebing dan menyeberang tebing dari ketinggian 15-20 meter di atas
bebatuan yang pastinya ga empuk
tentulah beresiko bila nggak ada
persiapan yang matang. Oleh karena itu, pelatih-pelatih yang berpengalaman
memberikan penjelasan apa prosedur yang harus kami lakukan, dan yang terpenting
gimana memasang berbagai alat-alat sebagai
pengaman. Ada 2 jenis pengaman yang akan
melekat di tubuh, sit harness dan full body harness. Tiap orang memilih salah
satu. Sit harness lebih simpel dari full body harness, tetapi keamanan
keduanya nggak usah diragukan asalkan
pemakaiannya sesuai dengan prosedur.
dari sini |
Setelah
penjelasan selesai, kami dipersilahkan memilih sendiri mana alat pengaman yang
hendak dipakai. Karena jumlah yang terbatas, terpaksa kami gantian makainya. Lucunya, para lelaki (termasuk
saya) dengan sigap segera menyabet full
body harness yang tergantung.
Sebaliknya para mbak-mbak (terpaksa) memakai sit harness. Emang sih full body harness terlihat lebih aman
karena lebih banyak ikatannya daripada sit
harness dan pastilah para mas yang lebih berat dari mbak-mbaknya merasa
lebih pede kalo memakai full body harness. Tapi pelatih
menjelaskan kembali bahwa keduanya sama-sama aman. Bahkan beberapa temen memakai sit harness buatan pelatih saat itu juga. Yang penting safety,safety,safety!!
dari sini |
Semuanya
udah siap, tinggal beraksi. Kelompok saya kebagian menyeberangi tebing lebih
dulu, baru kemudian turun tebing. Kami menyeberangi tebing melalui jembatan
tali yang disebut Burma Bridge.
Perjalanan menuju tebing batu yang akan dipakai sebagai titik start melalui sebuah jembatan dari
batang-batang pohon. Jembatan ini terlihat rapuh, agak goyang kalo kami injak. Tali terentang di atas
jembatan, tepat di samping kiri kami, dan kami bisa mengaitkan pengaman kami ke
tali tersebut. Temen di depan saya
yang berbadan tambun mulai berjalan di depan saya. Saya mengikuti padahal belum
mengaitkan pengaman, sambil jalan bisa pikir saya. Hoop, tiba-tiba jembatan bergoyang. Temen di depan saya nyaris jatuh tapi tertahan oleh pengaman. Saya
ikut hilang keseimbangan dan miring
ke kanan terdorong tali di samping kiri yang tertarik temen saya. Astagfirullah,
saya tadi belum memasang pengaman kaya
temen saya yang sedang tergantung
miring di depan saya. Tangan saya masih sempet
meraih tali yang tadi mendorong badan saya. Posisi saya dan temen saya miring ke belakang, mungkin
60 derajat. Batang-batang tajam bekas dipangkas di bawah punggung kami. Pelatih
bertindak cepat dengan menarik tali sehingga kami kembali posisi semula. Alhamdulillah, langsung saya kaitkan pengaman
ke tali. Pelajaran pertama hari ini.
Burma bridge
yang kami seberangi hanya terdiri dari 1 tali untuk pijakan kaki, 2 samping
kiri dan kanan untuk pegangan tangan,
dan 1 tali yang dikaitkan dengan pengaman, tali yang ini dapat diulur. Satu per
satu temen saya menyeberang. Tali
bergoyang dengan hebat, si penyeberang harus menyeimbangkan diri kalau ga mau jatuh. Sekilas, saya teringat
anak-anak SD yang menyeberang jembatan yang nyaris putus, bergoyang-goyang, di
bawahnya arus sungai menderu-deru, dan tanpa pengaman! Anak-anak yang
pemberani, menantang maut demi duduk belajar di kelasnya.
dari sini |
Tiba
saatnya saya menyeberang. Sebelumnya temen
saya terlihat kesulitan menyeberang, hanya beringsut senti demi senti karena
tali yang bergoyang pantura itu. Dia bisa, saya pun pasti bisa. Tali memang
bergoyang hebat dan kita harus berhenti sejenak menjaga keseimbangan. Jarak 20-an
meter terasa jauh dan lama ditempuh. Bila menengok ke bawah akan terlihat
bebatuan dengan sedikit tumbuhan liar di sana-sini. Titik finish saya sudah dekat. Saya membulatkan tekad bahwa saya pasti
bisa mencapainya, sedikit demi sedikit, pelan tapi pasti. Alhamdulillah, saya sampai di seberang. Banyak pelajaran di sini.
Pelajaran
pertama, hidup kita tidak akan selalu datar dan tenang, pasti ada gejolak
seperti saat kita menaiki tali tadi. Gejolak kecil masih bisa kita lalui.
Gejolak yang hebat, hingga tubuh kita bergoyang kencang, mengharuskan kita
berdiam sejenak. Sejenak beristirahat, menyeimbangkan diri, menyusun strategi
untuk mengarunginya, serta menarik nafas dan membulatkan tekad. Pelajaran
kedua, banyak hal terlihat sulit awalnya. Akan tetapi, setelah kita
menjalaninya dan terbiasa kita akan bisa. Ketika kaki telah letih dan pegangan
tangan mengendur, kuatkan hatimu bahwa kamu bisa mencapai satu titik finish-mu. Ucapkan bacaan basmallah, dan yakinlah Allah bersamamu, kamu pasti bisa
mencapai tujuanmu.
Sayangnya,
saya nggak bisa menikmati sensasi
meluncur menuruni tebing karena setelah saya menyeberang hujan deras pun turun.
Batu-batu besar basah kuyup diguyur hujan. Tidak aman memaksakan diri
melanjutkan kegiatan tadi karena batu-batu itu menjadi licin. Kami diminta
beristirahat makan siang, kemudian kembali ke tenda.
Saya
tidak akan melupakan pengalaman pertama saya ini! :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar