Sinar
mentari menghangatkan udara pagi itu. Rumput-rumput masih basah bekas hujan
semalam. Halaman depan sekolah itu agak becek di beberapa bagian yang tak berumput. Ada yang baru datang, berseragam merah putih dan menggendong tas.
Ada yang sedang menggambar di ubin sekolah dengan kapur berwarna. Beberapa anak
nampak asyik bermain ayunan dan berkejaran saling menggoda. Lainnya asyik “mengobrol”
dengan gerakan isyarat tangan.
dari sini |
Bila kita perhatikan, siswa-siswa di sekolah itu beragam usianya. Dan memang sekolah itu mencakup jenjang TK sampai SMA. Ada yang masih berusia anak-anak, beberapa remaja, dan bahkan remaja tanggung belasan tahun. Perbedaan lainnya dibandingkan sekolah lain adalah jumlah murid sekolah itu tidaklah banyak, hanya 50-an anak. Keistimewaan lainnya adalah sekolah itu hanya menerima anak-anak dengan kebutuhan khusus, sepanjang tahun tak peduli itu awal tahun ajaran atau bukan. Misalnya mereka yang tuna rungu, tuna wicara, tuna daksa, tuna grahita, dan autisme. Ya, sekolah itu adalah Sekolah Luar Biasa (SLB).
Bapak
saya mengabdikan dirinya sebagai guru di sekolah itu sejak beberapa tahun lalu.
Sebelumnya Bapak mengajar di sekolah luar biasa di kecamatan lain. Pernah saat
saya kecil, mungkin belum genap 5 tahun, saya diajak Bapak ke tempat beliau
mengajar. Pertama kali saya bertemu mereka, anak-anak yang berbeda dengan
teman-teman saya, jujur, membuat saya takut saat itu. Saya yang biasanya
pemalu, semakin bingung mengajak mereka berkomunikasi. Tetapi Bapak bisa
memahami hal itu. Tapi paling nggak itu pengalaman pertama saya melihat
murid-murid Bapak.
Bapak
mengatakan bahwa mereka istimewa, hanya saja membutuhkan pengajaran dan
bimbingan yang khusus dan berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Mengapa?
Karena mereka membutuhkan hal-hal yang berbeda dengan anak-anak biasa. Karena
membutuhkan pengajaran khusus, pastinya sang guru juga harus memiliki keahlian
khusus untuk mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus tersebut. Bukan hanya
kemampuan mengajar, namun juga rasa tulus dan menyayangi mereka.
Bapak
kadang bercerita bagaimana kisah hidup Bapak dalam mengajar di SLB. Selama 28
tahun mengajar, banyak kisah suka dan duka menjadi guru SLB, kata beliau. Bila
di sekolah biasa umumnya murid menghormati guru, bukan sekali dua kali Bapak
hampir dipukul oleh siswanya. Siswa-siswa Bapak memang memiliki kebiasaan yang
berbeda-beda dan unik, termasuk suka memukul, entah itu teman atau guru. Butuh
ketegasan sekaligus kelembutan dalam menangani siswa seperti itu. Lain lagi
pengalaman lain. Pernah suatu hari, seorang laki-laki datang ke sekolah,
menagih uang. Ternyata siswa bapak membeli makanan di warung tanpa membayar. Si
pemilik warung pun mendatangi sekolah, dan sang guru yang membayar hutang
tersebut. Akan tetapi, pengalaman-pengalaman nggak enak kayak di atas tidaklah
berbanding dengan kebahagiaan Bapak mengajar mereka. Melihat anak-anak itu bisa
tersenyum dan tertawa, lulus kemudian mampu mandiri tanpa merepotkan orang lain
adalah kebahagiaan tersendiri.
Biasanya
tujuan kita bersekolah adalah agar kelak dapat bekerja, mendapatkan penghasilan
yang layak, kemudian membangun kehidupan yang bahagia. Sedangkan pendidikan
untuk anak berkebutuhan khusus bertujuan bagaimana mereka dapat mandiri dalam
kehidupan yang lebih baik. Tujuan yang sederhana tapi dalam maknanya
sebenarnya. Bagi mereka yang terikat erat dengan mereka, ada pertanyaan yang
acapkali terlintas di benak, yaitu bagaimana kelak mereka hidup dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri. Nah, jawaban atas pertanyaan tersebut hanya
dijawab dengan satu hal, pendidikan. Dan guru adalah pilar utama pendidikan di
sekolah, sedangkan orang tua adalah elemen kunci pendidikan di rumah. Dua sosok
tersebut harus mampu bersinergi dalam mendidik dan membimbing anak-anak
berkebutuhan khusus.
Oleh
karena itu, sekolah tidak hanya sebuah kelas dengan meja kursi kayu dan hapalan
di papan tulis. Mereka membutuhkan keterampilan, lebih banyak daripada
teori-teori, di rumah kedua mereka yaitu sekolah. Para guru pun harus menguasai
berbagai keterampilan untuk ditularkan kepada anak didik. Keterampilan-keterampilan
itu adalah bekal mereka untuk mandiri, bahkan beberapa mampu mengembangkannya
menjadi mata pencaharian yang menjaga asap dapur mereka tetap mengepul.
Contohnya di sekolah Bapak saya itu. Para siswa mampu memproduksi susu kedelai
yang tidak diragukan lagi kelezatannya. Selain itu, mereka pun mampu membuat kue
nastar sendiri, bahkan para guru pun ketagihan memesannya. Sekolah itu juga
memiliki kolam ikan lele yang dipelihara dan dirawat bersama-sama, hasil
panennya sebagian dinikmati sendiri sisanya dijual. Tak ketinggalan sepetak
tanah di halaman belakang tempat mereka bercocok tanam sayur-sayuran.
dari sini |
Berbagai
inovasi tersebut tidak lepas dari inisiatif para guru di sekolah itu. Peran
guru dalam mendidik anak berkebutuhan khusus memang sangat sangat besar.
Berbagai kegiatan di atas menuntut guru untuk mampu membekali para siswa dengan
keterampilan-keterampilan yang berguna di kehidupan nyata. Dengan keterampilan
memasak dan menjahit yang diajarkan sang guru, si anak tidak merepotkan orang
tua mereka, dapat membantu orang tuanya di rumah, bahkan mungkin mampu membuka
usaha sendiri.
Guru
yang baik adalah guru yang mengajar dengan hati. Termasuk dalam mendidik
mereka, anak-anak yang berkebutuhan khusus. Hati yang tulus dan penuh kasih
berbalut kesabaran harus dimiliki mereka yang berkecimpung dalam dunia
pendidikan anak berkebutuhan khusus. Selain itu, sang guru harus menyadari
bahwa setiap anak pasti berbeda pribadi dan kemampuannya. Sebagian mungkin akan
menyambut sang guru dengan tangan terbuka, yang lainnya bisa saja tertutup
rapat seperti kerang yang melindungi mutiara. Maka, pendekatan personal
terhadap setiap siswa mutlak diperlukan. Sang guru jangan menyerah bila harus
menjelaskan berulangkali kepada hanya salah satu siswa. Karena kemampuan tiap
siswa berbeda, maka dibutuhkan pengertian dan pendekatan yang berbeda pada
setiap individu.
Setiap manusia dilahirkan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing, begitu pula anak berkebutuhan khusus. Meskipun sebagian besar dari mereka menyandang ketunaan, mereka tentu memiliki potensi diri yang tersembunyi. Potensi tersebut bila mampu ditemukan dan digali dapat dikembangkan menjadi suatu kelebihan. Misalnya, seorang murid Bapak yang bernama Triyanto. Ternyata bakatnya adalah dalam olahraga, terutama lompat jauh. Bakat tersebut berhasil diasah dengan latihan yang tekun. Hasilnya, dia mampu menyabet juara ketiga Porsenitas tingkat Nasional untuk cabang lompat jauh. Prestasi seperti itulah yang akan meningkatkan kepercayaan diri anak didik.
dari sini |
dari sini |
Pendidikan
yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya berlangsung di bangku sekolah,
tetapi juga di rumah dan lingkungan masyarakat si anak. Prestasi anak
berkebutuhan khusus di sekolah akan sia-sia bila ternyata di rumah sang orang tua
tidak memberikan penghargaan dan dorongan kepada si anak untuk terus maju.
Memang masih ada orang tua yang beranggapan bahwa tugas mengajar adalah hanya
tugas guru dan kegiatan belajar sudah selesai ketika si anak pulang ke rumah.
Pandangan-pandangan keliru inilah yang harus diluruskan oleh sang guru. Sering
kali Bapak melakukan home visit ke
rumah si anak yang tidak masuk sekolah beberapa hari. Bapak berusaha mengajak
anak tersebut dan meyakinkan sang orang tua bahwa pendidikan untuk anaknya
sangat penting, bahkan tidak dapat dinilai dengan uang. Di sinilah kemampuan
berkomunikasi sang guru dibutuhkan.
Pendidikan
anak berkebutuhan khusus memang bukanlah ladang uang. Selain dibutuhkan
perjuangan yang keras, sang guru harus melalui tahapan yang berliku, mulai dari
guru honorer, guru bantu, barulah menjadi guru tetap. Akan tetapi, mereka yang
mengabdikan diri untuk menjadi sang pengajar pastilah sangat kaya. Hati mereka
kaya akan ketulusan dan rasa cinta kasih kepada sesama. Pengorbanan mereka sangat
besar bagi anak didiknya agar mampu menjadi pribadi yang mandiri dengan
kehidupan yang lebih baik.
dari sini |
Saya
masih ingat hampir di setiap Lebaran beberapa murid Bapak datang berkunjung.
Bercerita dengan Bapak di ruang tamu, kadang-kadang tertawa bersama. Saya
sadar, memang benar kata Bapak, mereka memang istimewa. Dan sang guru juga luar
biasa mampu membuat mereka istimewa.
mengharukan, sampai meneteskan air mata..
BalasHapus