18 April 2012

Senjata Bukan Solusinya


Sering kali ketika menonton film impor dari AS, adegan tembak-menembak menjadi jualan yang utama. Terlihat keren dan macho, atau kesannya justru beringas dan brutal. Di dunia nyata, tingkat kriminalitas di Amerika Serikat telah mencapai taraf yang mengkhawatirkan. Buktinya, sebanyak 69% dari 1.922 responden mendukung undang-undang yang membolehkan warga menggunakan senjata api untuk melindungi diri dari ancaman bahaya di rumah, atau di tempat umum. Hal ini dapat kita ketahui dari :
www.voaindonesia.com/content/banyak_warga_as_dukung_penggunaan_senjata_api_untuk_proteksi_diri/177682.html tanggal 14 April 2012.

Namun isu ini bergulir ketika isu rasisme dan kriminalitas merebak di masyarakat AS. Dua kasus yang menyedot perhatian publik terjadi beberapa waktu lalu. Kasus pertama adalah penembakan seorang remaja kulit hitam berusia 17 tahun oleh seorang warga keturunan kulit putih dan Hispanik di Florida. Sedangkan kasus kedua adalah penembakan seorang pemuda kulit hitam oleh polisi dengan tuduhan pencurian laptop, padahal si bocah tidak bersenjata.

Kasus penembakan Trayvon Martin, remaja kulit hitam itu, telah memasuki tahap persidangan. Si penembak, George Zimmerman, berargumen bahwa dirinya hanya melakukan tindakan bela diri atas serangan dari Trayvon. Dalam UU Negara Bagian Florida, memang diperbolehkan untuk melakukan tembakan sebagai upaya bela diri. Anehnya, Trayvon sendiri tidak membawa senjata apapun dan hanya dicurigai oleh Zimmerman karena melewati daerah perumahan tersebut. Kasus ini memicu gelombang demonstrasi besar yang dilakukan oleh keluarga dan teman-teman korban. Bahkan Presiden Amerika, Barrack Obama, ikut menyampaikan ucapan bela sungkawa secara khusus dan mengatakan bahwa dirinya dapat mengerti perasaan orang tua Travyon yang kehilangan anaknya untuk selama-lamanya.

Sedangkan Kendrec McDade menjadi korban penembakan dua polisi Pasadena akibat laporan Oscar Carillo ke saluran darurat 911. Seperti halnya dengan Trayvon, Kendrec juga tidak bersenjata. Oscar Carillo yang melapor ke 911 mengatakan bahwa para perampok laptopnya bersenjata api. Saat melakukan pengejaran terhadap Kendrec, dua polisi tersebut melihat gerakan tangan di pinggang Kennec sehingga mereka memutuskan untuk melepas tembakan kearah pemuda 19 tahun itu. Setelah diselidiki, ternyata Kennec sama sekali tidak memegang senjata dan Oscar Carillo akhirnya mengakui bahwa dia berbohong saat melapor kedua pemuda itu bersenjata. Laporan palsu tersebut menyebabkan polisi mengambil tindakan berlebihan, yaitu menembak Kennec.

Beberapa pihak khawatir sebenarnya kasus di atas lebih dipicu oleh rasisme yang telah berakar kuat di masyarakat Amerika. Terpilihnya Barrack Obama sebagai presiden Amerika Serikat pada tahun 2007 sekaligus sebagai presiden kulit hitam pertama AS tidak serta merta menghapus rasialisme di masyarakat Amerika. Apalagi kaum kulit hitam di Amerika lekat dengan perampokan, perdagangan narkoba, dan tindakan kejahatan lainnya. Hal inilah yang menyebabkan banyak orang memiliki perspektif negatif terhadap warga kulit hitam, akibatnya tindakan yang mereka ambil terlalu berlebihan, bahkan hingga terjadi korban jiwa tak bersalah. Bukankah Zimmerman tidak perlu menembak Travyon yang tidak bersenjata meskipun dengan alasan membela diri? Dan bila Carillo tidak memberikan laporan palsu tentu polisi tidak perlu melepaskan tembakan yang menyebabkan Kennec meninggal.

FBI menyatakan bahwa kekerasan telah turun dalam periode 4,5 tahun ini, sebaliknya masyarakat beranggapan kejahatan terus meningkat. Masalah yang sebenarnya terjadi adalah tingkat kejahatan yang masih tinggi dan tugas polisi sebagai penegak hukum tidak berjalan maksimal. Akan tetapi, kinerja polisi di AS yang belum maksimal dan belum mampu menumpas kejahatan seharusnya bukanlah alasan masyarakat bebas mengangkat senjata melawan para penjahat. Kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan polisi dalam menjaga keamanan telah menurun. Dari responden yang telah disurvey, 85 persen berpendapat bahwa polisi tidak sanggup memberantas kejahatan. Bahkan sebagian besar merasa orang biasa harus ikut “tampil” dalam mencegah kejahatan.

Kebebasan menggunakan senjata api akan mendatangkan berbagai masalah. Tindakan main hakim sendiri akan semakin marak di Amerika dan bukan tidak mungkin korban jiwa akan terus bertambah. Senjata api tersebut juga berpeluang disalahgunakan untuk tujuan-tujuan kriminal. Izin penggunaan senjata sebagai alat bela diri bukanlah solusi untuk masalah yang sedang terjadi, justru akan memperburuk keadaan saat ini. Hanya polisi dan aparat yang berwenang yang berhak menggunakan senjata api dalam melaksanakan tugasnya. Rakyat biasa tidak memiliki kemampuan dan kualifikasi yang pantas untuk memegang senjata. Let the cops do their jobs guys!

Pemerintah Amerika Serikat tidak boleh tinggal diam. Dua kasus penembakan pemuda kulit hitam di atas harus diusut tuntas melalui sistem peradilan yang jujur dan tidak memihak. Langkah tersebut adalah cara untuk meredam gejolak sosial terkait rasisme, sekaligus membuktikan bahwa rasisme dapat diberantas. Polisi wajib lebih waspada dan meningkatkan kinerja dalam menjaga keamanan untuk menekan tingkat kriminalitas. Kriminalitas terjadi umumnya karena tekanan ekonomi, apalagi Amerika Serikat masih berusaha bangkit dari terpaan krisis ekonomi tahun 2008 silam. Tugas pemerintah untuk segera menggenjot perekonomian dan membuka lapangan kerja.

Semoga saja kondisi di AS tidak seperti gambaran yang saya dapat di film-film action kelahiran Hollywood. Sungguh mengerikan ketika membayangkan begitu mudahnya peluru-peluru berdesing-desing di jalanan Amerika, keluar dari senjata yang dipegang warga sipil. I wish it was only in my dream. :D. Live at the world peacefully guys!!

foto : VIVAnews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar