21 Januari 2012

Opsi-Opsi Tanpa Subsidi

BBM (Bahan Bakar Minyak) saat ini telah menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia, begitu pula di Indonesia. Dengan ketersediaan minyak bumi yang semakin lama semakin menipis, harga minyak bumi pun kian melambung. Hal ini kontras dengan dengan keadaan sebagian masyarakat Indonesia konsumen minyak bumi yang kian tercekik oleh kondisi ekonomi. Pemerintah harus menyediakan subsidi untuk BBM agar harga BBM dapat terjangkau oleh kantong masyarakat. Akan tetapi, disadari atau tidak, subsidi ini juga menjadi bom waktu yang siap meledak dan membebani APBN kita setiap tahun. Bahkan alokasi subsidi BBM di dalam APBN terlampaui dalam implementasi di lapangan.

Menyadari hal tersebut, pemerintah sepertinya kebakaran jenggot dengan adanya beban subsidi yang terus membengkak. Apalagi pada kenyataannya subsidi BBM tidak efektif menyentuh ke lapisan masyarakat yang membutuhkan. Bisa kita lihat selama ini, mobil-mobil mewah milyaran rupiah turut mengantri BBM bersubsidi (premium) di SPBU. Mereka ikut menikmati subsidi pemerintah. Kalo orang menyindir; beli mobil mewah aja mampu, kenapa beli pertamax ga mau.

Banyak yang bilang kesadaran menggunakan jenis BBM sesuai kemampuan ekonomi berasal dari diri sendiri. Cuma sayang sekali, entah karena tidak tahu malu atau ingin hemat (pelit), akhirnya pemilik mobil mewah tetap saja membeli premium yang sebenarnya dia juga mengetahui subsidi di premium tersebut bukan untuk dirinya. Harus ada “pemaksaan”.

Pada 1 April 2012, pemerintah berencana mencabut subsidi untuk mobil. Kebijakan ini tidak berlaku untuk sepeda motor dan kendaraan umum. Bila dilaksanakan, mobil harus memilih menggunakan pertamax seharga Rp 8.800,00/liter atau BBG (Bahan Bakar Gas) seharga Rp 4.100/liter. Apabila menggunakan BBG, mobil harus dilengkapi dengan converter seharga Rp 10 juta – Rp 15 juta. Rencana ini sendiri masih menuai pro dan kontra. Banyak pihak merasa berkeberatan sebab perubahan kebijakan subsidi BBM akan berdampak besar terhadap ekonomi seperti inflasi dan menekan UKM. Terkait dengan hal itu akhir-akhir ini, pemerintah akan menyampaikan beberapa opsi lain terkait pengaturan subsidi BBM ini.


  • Opsi pertama, menaikkan harga premium untuk mobil pribadi secara bertahap setiap tahun. Misalnya pada 2012, premium menjadi seharga Rp 6000/liter, pada 2013 naik menjadi Rp 7000/liter, dan 2014 Rp 8000/liter.
  • Pilihan kedua, menaikkan harga premium untuk mobil pribadi secara otomatis 5 persen perbulan sampai akhhirnya sekitar Rp 8000/liter.
  • Cara ketiga, pada 1 April 2012 kenaikan diberlakukan hanya di Jakarta sekitar Rp 8000/liter. Daerah lain akan mengikuti secara bertahap hingga 2014.
  • Harga BBM terdiri dari biaya premium ditambah Alpha dan pajak. Alpha adalah biaya distribusi dan margin. Misalnya, biaya premium Rp 6.500/liter, margin Rp 700/liter, dan pajak 15% sebesar Rp 1.000/liter. Totalnya harga pasar premium adalah Rp 8.200/liter.Opsi lain adalah dengan mensubsidi Alpha dan pajak, sehingga harga premium sebesar Rp 6.500/liter. Pada 1 April 2013, subsidi hanya untuk pajak saja. Dan akhirnya pada 2014, subsidi pajak dicabut sehingga harga premium sesuai harga pasar Rp 8.200/liter.


Terlepas dari berbagai opsi di atas, yang pasti adalah perbaikan transportasi umum. Berbagai kebijakan dapat mendorong masyarakat lebih memanfaatkan transportasi umum asalkan kualitas dan kuantitas transportasi umum yang terus meningkat dan memuaskan.

Dan subsidi BBM tahun anggaran 2012 sebesar Rp 123,6 triliun dapat tepat sasaran, yaitu masyarakat Indonesia yang benar-benar membutuhkan.

(sumber : KOMPAS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar