16 April 2011

Soe Hok Gie



“Akhir-akhir ini saya selalu berpikir, apa gunanya semua yang saya lakukan ini. Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang yang saya anggap tidak benar dan sejenisnya lagi. Makin lama, makin banyak musuh saya dan makin sedikit orang yang mengerti saya. Dan kritik-kritik saya tidak pernah mengubah keadaan. Jadi apa yang sebenarnya saya lakukan? Saya ingin menolong rakyat kecil yang tertindas, tapi kalau keadaan tidak berubah, apa gunanya kritik-kritik saya? Apa ini bukan semacam onani yang konyol? Kadang-kadang saya merasa sunggguh-sungguh kesepian.”


Kemudian dia jatuh cinta dengan seorang gadis. Tapi orangtuanya(si gadis) tidak setuju-mereka selalu dihalangi untuk bertemu- Orang tua gadis itu adalah pedagang yang cukup kaya dan Hok Gie sudah beberapa kali berbicara dengan dia.
Kepada saya, Hok Gie berkata: “Kadang-kadang, saya merasa sedih. Kalau saya berbicara dengan ayahnya si…, saya merasa dia sangat menghargai saya. Bahkan dia mengagumi keberanian saya dalam tulisan-tulisan saya. TEtapi kalau anaknya diminta, dia pasti akan menolak. Terlalu besar risikonya. Orang hanya membutuhkan keberanian saya tanpa mau terlibat dengan diri saya.”
(Soe Hok Gie: Sebuah Renungan oleh Arief Budiman, dalam Catatan Seorang Demonstran)

Demikianlah Arief Budiman, kakak dari Soe Hok Gie, bercerita sepenggalan tentang adiknya. Tentu itu tidak mencerminkan keutuhan pribadi dan pikiran tokoh mahasiswa tenar itu. Dan selanjutnya Arief Budiman pun menjelaskan dalam perjalanannya mengantar jenazah sang adik dari Malang ke Jakarta, banyak dukungan tanpa suara dari orang lain. Dukungan dalam diam.
Terlepas dari jawaban yang ditawarkan Arief Budiman, pertanyaan-pertanyaan dan pernyataan-pernyataan Soe Hok Gie di atas tetap menarik dan menggelitik. Pernah juga terlintas pertanyaan-pertanyaan yang berwajah beda namun berinti sama. Pertanyaan-pertanyaan yang seolah-olah satu-satunya jawaban adalah kesia-siaan yang mana bertanya seperti itu jugalah kepercumaan.
Bukanlah bertanya seperti itu juga percuma. Tapi bila persangkalan berkata tiada hal yang sia-sia maka pertanyaan agak miring itu pun tidaklah sia-sia.
Sungguh ini bukan tentang dia, karena terlalu sotoy untuk berbicara panjang lebar mengenai dia. Tapi ini tentang kata-katanya. Saya masih berpikir pelan-pelan tanpa rambu petunjuk bahwa jawaban mungkin akan bercabang-cabang, atau malah jawaban itu buntu.
Tapi bila keadaan tidak berubah, apa gunanya?


2 komentar:

  1. keadaan memang ga banyak berubah, tapi dengan kritisnya dia, dengan tulisan2nya, dari pembuat peti di desa sampe pilot pesawat menyayangkan orang kritis pro rakyat seperti dia mesti mati muda..
    takdir baik memang mati muda, tapi sayang aja knp mesti pemuda seperti dia.. :')
    *cmiiw

    BalasHapus
  2. iya, sebenarnya ga ada yang sia-sia kan..sekarang nyatanya banyak yang kagum padanya, banyak yang terinspirasi dan berjuang di jalan kebenaran mengikutinya..
    tetep berjuang demi Indonesia yang lebih baik !

    BalasHapus