12 Juni 2010

Subjektivitas

Mungkin “seseorang” pernah bilang sama kita,”Aku terima kamu apa adanya.” Dan jujur saya dulu menganggap kata-kata seperti itu bohong besar. Pendapat saya dulu, tiap manusia punya keinginan mendapat yang sempurna, atau paling nggak dapet yang terbaik biar keliatan sempurna,hehe..Pasti ada kan motif kayak gitu, dan itu wajar kok dari perspektif umum.
Dan dulu pun saya punya pendapat yang bertentangan,”Saya nggak mau terima kamu apa adanya, tapi saya akan mengubah kamu jadi lebih baik.” Siapa sih yang nggak mau jadi lebih baik?
Saya pegang prinsip itu erat-erat. Tuhan pasti menciptakan manusia dengan kelebihan dan kekurangan. Dan saya percaya ada beberapa kekurangan dapat diubah, entah melalui usaha sendiri ataupun lewa tangan orang lain. Saya percaya semua itu bisa.
Akan tetapi, belakangan nampaknya kata-kata itu harus direvisi. Inti dari prinsip itu masih saya pegang, tetapi yang harus bergeser adalah tentang apa sih kekurangan kita?
Tuhan menciptakan kita dengan tambal sulam di berbagai sudut. Tapi itulah yang membuat sempurna. Sempurna itu bukan tanpa cela, sempurna itu bukan tidak pernah berbuat keliru. Sempurna itu tahu apa yang salah dengan dirinya dan mengerti bagaimana memperbaiki kesalahannya. Tuhan itu Maha Adil. Suatu kepastian seseorang memiliki kekurangan, tetapi Tuhan dengan bijaksana menutupnya dengan kelebihan dalam hal lain. Hanya terkadang orang lain terlalu jauh dari sifat Tuhan yang mulia itu. Tidak setiap orang menerima kekurangan orang lain. Bahkan ada yang terjebak dalam kerancuan yang mereka sebut sebagai “kekurangan”.
Apakah salah wajah seseorang tidak seindah wajah orang lain?
Apakah salah tubuh seseorang tidak selengkap dan seindah orang lain?
Apakah salah seseorang tidak sekaya orang lain?
Tentu saja TIDAK. Seseorang nggak pernah bisa disalahkan karena hal-hal itu. Ya mungkin kamu sendiri juga ga pernah mengaku pernah menyalahkan orang lain karena hal-hal itu, kayak saya dulu. Tapi dalam banyak hal, sikap menghakimi sering muncul di permukaan.
Tapi, memang semua adalah subjektivitas dan hak individu. Misalnya Anda ditawari sebuah mobil secara gratis. Yang satu mobil mewah dengan kecepatan waah..Satu lagi mobil tua modifikasi yang menggunakan minyak goreng sebagai bahan bakar. Bukan hal yang salah jika kamu milih sang mobil mewah dan menyingkirkan si mobil modifikasi tadi. Satu pertanyaannya, apakah lebih baik jika kamu memilih mobil tua yang ramah lingkungan itu? O iya, mobilnya nggak boleh dijual lho,hehe.
Semua memang jatuh pada subjektivitas manusia. Jadi orang ga bisa disalahkan karena menurut dia keputusannya adil buat dirinya. Apakah itu adil untuk orang lain juga? Entahlah,..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar