28 Februari 2013

"Jalan-Jalan Sore" yang Indah

Kehidupan di kota besar macam Jakarta menyisakan kejenuhan bagi penghuninya. Maka hampir tiap akhir pekan, warga ibukota berbondong-bondong menyerbu Bandung dan Bogor. Khusus untuk Bogor, tujuan favorit adalah Puncak, kawasan berhawa dingin dan segar. Saya dan 3 kawan saya sempat “berkunjung” ke Cisarua (deket-deket Puncak), namun dalam cerita yang berbeda.

Pada suatu hari Minggu yang cerah, saya termasuk dalam gerombolan anak magang yang didaulat mengikuti diklat di Gadog,Ciawi. Karena perbedaan keinginan, kami berangkat dengan cara-cara yang berlainan. Saya memilih naik KRL dari stasiun Cikini karena penasaran dan ketiga teman saya memilih naik bus ke Bogor dari terminal Kampung Rambutan. Setelah melalui perjalanan yang panjang, akhirnya saya berhasil sampai di Stasiun Bogor pukul setengahduaan. Naik angkot 2x (ternyata bisa 1x saja), tibalah saya di Ciawi. Di Ciawi, naik angkot lagi. Karena lupa angkot apa yang harus saya naiki, saya tanya ke abang sopir angkot.

“Bang, ke Gadog naik angkot apa ya?”
“Cisarua A’..”

Okelah, koper saya naikkan ke dalam angkot jurusan Cisarua. Karena masih kosong melompong, saya duduk di pojok belakang bersama koper coklat saya. Tak dinyana, masuklah ke dalam angkot trio Macan, eh maksudnya trio kawan saya yang tadi naik bis. Kami bertemu dalam satu angkot, padahal saya berangkat 2 jam di belakang mereka,hehehe..naik kereta adalah pilihan cerdas.

Membayangkan sebentar lagi sampai di tempat tujuan, dengan udara sejuk, pemandangan hijau, ranjang yang empuk, membuat perjalanan makin menyenangkan. Namun, gelagat nggak enak terjadi sebelum kita sampai di pertigaan Gadog (tempat jalur buka-tutup), angkot belok kanan menuju tanjakan. Salah satu teman saya pun bertanya.

“Lho kok lewat sini Pak? Kami mau ke Gadog.”
Seorang ibu menyahut :
“Udah ditutup jalannya A’..Nanti sampe Cisarua turun lagi ke bawah lewat Gadog.”
Sebenarnya saya sempat suudzon, jangan-jangan kami mau diculik buat dijual terus si ibu itu adalah otak di balik semua ini. Tapi nggak mungkinlah ya. Kami nggak akan laku dijual, kecuali Taman Safari membutuhkan penghuni baru.

Sepertinya Cisarua tidak jauh dan itung-itung jalan-jalan  ke Cisarua deh, nggak apa-apa.
Tapi itu semua salah.

Keindahan jalan-jalan sore itu mulai memudar ketika tiba-tiba bang sopir meminta penumpang laki-laki turun semua di depan sebuah tanjakan. Angkot nggak kuat membawa kami semua naik di tanjakan. Untunglah nggak diminta dorong angkot. Tapi tetep aja keringet bercucuran mengejar angkot mendaki bukit.

Iseng saya ngobrol sama salah satu penumpang.
“Sering pak kayak gini..haaah..haah” ngos-ngosan paru-paru saya.
“Bukan sering lagi mas, tiap hari..rumah saya di Cisarua, saya kerja di Bogor.”
Ee buseet tiap hari jogging menaiki bukit, tapi kok si bapak ini masih tambun dan seksi ya..Entahlah.
“Ayoooo-ayooo naik..masih 2 tanjakan lagi!!”

Apaaa?? Benar-benar jalan-jalan sore yang indah..Apalagi ketika sebuah angkot lain berisi penuh penumpang melintas menaiki bukit dengan penuh kemenangan di depan kami yang paru-paru yang udah menyusut.

Alhamdulillah, akhirnya sampailah kami di depan pusdiklat dalam kondisi yang nyaris pingsan kehabisan napas.

Jalan-jalan sore yang indah. Pantaslah orang-orang di Jakarta ketagihan ke Puncak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar