10 Januari 2013

Pocong dan Aksi Keadilan

Pernah melihat pocong?! Jika belum, seperti saya, maka seharusnya kita bersyukur tidak beruntung pernah melihat “dia”. Tapi beberapa hari lalu, saya beruntung sempat melihat “pocong”. Di pagi hari malah, ketika mentari bersinar indah dan jalanan ramai dengan kendaraan.

sumber
Banyak orang malah yang ikut menyaksikan si “pocong”. Saksi mata bukan hanya saya!!

Si “pocong” bergantungan di menara listrik di dekat halte Central Senen, tepatnya tanggal 3 Januari kemarin. Banyak motor berhenti di atas flyover demi mengagumi keberanian (atau kenekatan) si “pocong”. Macet jadinya jalanan. Si “pocong” jadi tersangka utama penyebab kemacetan di seputaran Senen pagi itu.

Petugas damkar juga kesulitan membujuk dia untuk menghentikan aksi yang sensasional ini. Diperkirakan si “pocong” telah bergelantungan di menara listrik itu sejak dini hari atau subuh. Bukan karena omzet film lagi sepi, tapi si “pocong” meminta bertemu anggota DPR. Entahlah siapa anggota DPR yang dipuja oleh si “pocong”.

Katanya si “pocong” adalah orang stress yang nekad memanjat menara Senen.

Sebenarnya fenomena si “pocong” ini tidak bisa disepelekan begitu saja. Terlepas apakah si “pocong” berakal sehat atau tidak, aksi-aksi sensasional kerap terjadi di negeri ini. Demi keadilan.

Kisah terbaru tentunya aksi jalan kaki para petani dan aktivis agraria dari Jambi ke Jakarta di penghujung 2012. Perjalanan antar pulau yang orang biasa pun tak pernah memikirkannya. Demi keadilan. Demi tanah tempat mereka hidup yang dirampas oleh perusahaan perkebunan dan hutan produksi. Perusahaan tersebut mengaku sudah mengantongi izin resmi dari pemerintah. Oleh karena itu, para petani yang sebagian adalah suku Anak Dalam ingin bertemu dan menyampaikan aspirasinya langsung kepada presiden di ibukota.
sumber
Perjalanan lain yang tak kalah memilukan dilakukan oleh seorang arek Malang bernama Indra Azwan. Bapak berusia 53 tahun ini kembali melakukan aksi jalan kaki ke Jakarta dari Malang demi keadilan. Demi keadilan. Demi anaknya yang meninggal ditabrak seorang perwira TNI bernama Joko pada tahun 1993. Berbagai upaya hukum telah dilakukan oleh pak Indra. Sayang seribu sayang, di tahun 2008 keluarlah surat putusan Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya yang menyatakan kasus tersebut telah kadaluwarsa karena telah lewat 12 tahun. Pak Indra pun ingin bertemu empat mata dengan Bapak Presiden, menyampaikan ketidakadilan yang dialaminya selama bertahun-tahun, dengan cara yang luar biasa. Berjalan kaki Malang-Jakarta.
sumber
Lain lagi yang dilakukan Bapak Pong Harjatmo. Artis senior satu ini kerap kali menyedot perhatian publik dengan aksi-aksinya yang ekspresif. Di tahun 2010, siapa sangka ada orang yang memanjat atap gedung DPR, dan ternyata dia adalah Pak Pong! Di sana beliau menuliskan kata “Jujur, Adil, Tegas”. Tak puas satu kali, di tahun 2012 Pak Pong kembali memanjat gedung kura-kura tersebut. Motivasi beliau hanya satu, agar anggota DPR berubah lebih baik, benar-benar mewakili rakyatnya. Aksi beliau dilatarbelakangi kekecewaan atas kondisi DPR saat itu.
sumber
Banyak orang mengalami ketidakadilan. Sebagian terus berjuang melalui jalur hukum, sebagian yang lain terpaksa menyerah. Akan tetapi, mereka yang merasa semua jalan ternyata buntu memilih melakukan aksi di luar nalar manusia biasa. Karena ketidakdilan dan kekecewaan yang mereka alami, mereka menjadi berani. Demi keadilan.

sumber


Apakah harus dengan aksi yang gila, baru suara kita didengar?

Apakah setelah kaki kita patah, baru suara kita didengar?

Apakah setelah mulut kita terjahit benang, baru suara kita didengar?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar