16 Mei 2012

Ketiadaan Dokumen “Perintah Membayar” untuk Pembayaran dengan Uang Persediaan

Belanja negara memegang peranan penting sebagai komponen utama dalam reformasi pengelolaan keuangan negara. Sebagaimana teori ekonomi menyebutkan bahwa belanja negara yang efektif dan efisien mampu mendorong perkembangan ekonomi suatu negara. Satuan kerja diberikan kebebasan dalam membelanjakan dana yang tercantum dalam DIPA melalui dua mekanisme utama, yaitu dengan mekanisme Uang Persediaan (UP) dan LS. Pembayaran dengan UP dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran, sedangkan perintah pembayaran langsung berada dalam wewenang PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dan dibayarkan oleh KPPN .
Menurut Perdirjen No.66 tahun 2005, Uang Persediaan (UP) adalah uang muka kerja dengan jumlah tertentu yang bersifat daur ulang (revolving), diberikan kepada bendahara pengeluaran hanya untuk membiayai kegiatan operasional kantor sehari-hari yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung. Dari definisi di atas, terdapat poin penting yaitu bahwa kewenangan penggunaan UP berada di tangan bendahara pengeluaran. Ternyata dalam mekanisme pembayaran dengan UP, masih terdapat beberapa kelemahan, salah satunya adalah ketiadaan dokumen “perintah membayar” dari KPA kepada Bendahara Pengeluaran. Hal ini akan menyebabkan masalah lain yang akan dibahas selanjutnya.
SAKTI (Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi) sebagai sistem pendukung SPAN sudah seharusnya memperbaiki kelemahan-kelemahan dalam manajemen UP. Dengan demikian, reformasi pengelolaan keuangan negara
Permasalahan UP di Satuan Kerja
            Dalam pengelolaan keuangan negara, terdapat pembagian wewenang bagi para pejabat perbendaharaan, yaitu KPA, PPK, dan PPSPM. Selain itu, terdapat dua hubungan antara pejabat perbendaharan, yaitu dengan BUN (KPPN) dan dengan Bendahara Pengeluaran.
            Sebagaimana yang kita ketahui, atas tagihan dari pihak ketiga PPK akan menyusun SPM untuk diteliti oleh PPSPM. SPP yang telah benar akan diterbitkan SPM yang kemudian dikirimkan ke KPPN untuk diterbitkan SP2D guna dilakukan pembayaran. Dapat diperhatikan di sini bahwa terdapat mekanisme pengujian oleh PPSPM sekaligus mekanisme internal control.
            Bila dibandingkan dengan mekanisme pembayaran dengan uang persediaan, akan nampak sedikit perbedaan alur. Muara dari pembayaran dengan UP adalah bendahara pengeluaran. Selain itu, pembayaran dengan UP terbagi menjadi 2 macam, yaitu :
a.    Transaksi yang tidak didahului/ tidak terdapat aktivitas penagihan
Apabila satuan kerja membutuhkan barang/ jasa, tanpa harus melalui komitmen terlebih dahulu, KPA/PPK akan memerintahkan Bendahara Pengeluaran untuk menggunakan UP dalam rangka memenuhi kebutuhan satker.
b.    Transaksi yang didahului/ terdapat aktivitas penagihan.
KPA menerima tagihan dari pihak ketiga karena telah melakukan penyerahan barang/ jasa sesuai dengan komitmen yang telah dibuat.  KPA menerima dokumen sebagai dasar hak tagih yaitu kuitansi, BAST, faktur,dll. Kemudian KPA memerintahkan Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran.

Pada kedua mekanisme di atas, perintah pembayaran kepada bendahara pengeluaran tidak berupa dokumen resmi. Oleh karena itu, Bendahara Pengeluaran tidak dapat melakukan pengujian terhadap perintah membayar dari KPA/PPK tersebut. Internal Control tidak berjalan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. PPSPM juga tidak dilibatkan dalam pengujian perintah membayar, sebab tidak adanya dokumen resmi, tidak seperti mekanisme pembayaran langsung yang melalui pengujian dari PPSPM terlebih dahulu.
Dalam pasal 9 ayat 2 (a) PMK Nomor 73/PMK. 05/2008, Bendahara Pengeluaran meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diajukan PA/KPA meliputi kuitansi/tanda terima, faktur pajak, dan dokumen lainnya yang menjadi dasar hak tagih. Padahal, seharusnya kewenangan pengujian tidak berada di tangan Bendahara Pengeluaran, melainkan oleh PPSPM.
Pembenahan Mekanisme Pembayaran UP
Pada pembayaran tanpa didahului tagihan, bukti pembelian seperti kwitansi dan faktur pajak diterima Bendahara Pengeluaran sesudah pembayaran telah sah diterima pihak ketiga. Namun, bukti pembelian ini hanyalah sebagai dasar pencatatan dan pengesahan penggunaan UP. Seharusnya, ada dokumen resmi dari KPA yang menjadi perintah pembayaran. Sebagai alternatif, PPK dapat membuat “bon pengeluaran” yang harus diuji kebenarannya oleh PPSPM. Perintah pembayaran  “Bon Pengeluaran” harus tetap diteliti oleh Bendahara Pengeluaran.  “Bon Pengeluaran” bukan bukti pengeluaran dan harus dipertanggungjawabkan bersama bukti pembayaran yang asli dalam jangka waktu tertentu.
Sedangkan dalam mekanisme kedua, pembayaran didahului tagihan, kwitansi, BAST, dll. menjadi dasar perintah pembayaran kepada Bendahara Pengeluaran tanpa melibatkan PPSPM. Selain itu, harus ada pula dokumen resmi perintah pembayaran dan kwitansi, BAST, dll. menjadi lampirannya.
Adanya dokumen perintah membayar yang resmi dan keterlibatan PPSPM akan menambah process time pembayaran dengan UP. Akan tetapi, sudah semestinya kontrol atas UP juga ditingkatkan demi pengelolaan keuangan negara yang lebih baik.
Kesimpulan
SPAN tidak akan berhasil bila SAKTI tidak dapat terlaksana dengan baik. Oleh karena, manajemen UP yang termasuk domain SAKTI harus pula dibenahi. Ketiadaan dokumen perintah pembayaran yang resmi dari KPA kepada Bendahara Pengeluaran menimbulkan masalah tersendiri. Bendahara Pengeluaran tidak dapat melakukan pengujian terhadap perintah pembayaran tersebut. Bahkan, PPSPM tidak ada sama sekali karena tidak adanya dokumen resmi.
Peraturan yang berlaku harus mengatur penggunaan dokumen resmi secara tegas, bukan hanya kwitansi, faktur, dsb. Dokumen-dokumen tersebut hanyalah sebagai lampiran. PPSPM seharusnya dilibatkan dalam proses pengujian perintah pembayaran dari KPA sebelum diterima Bendahara Pengeluaran.
Dengan demikian, semoga dengan pembenahan UP dalam SAKTI akan mendukung reformasi pengelolaan keuangan negara di tingkat pengguna anggaran.

Referensi :
Modul Manajemen Uang Persediaan
PMK Nomor 73/PMK.05/2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara K/L/Kantor/Satuan Kerja
Perdirjen Nomor 66 Tahun 2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran Atas Beban APBN
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar