Bila isu sensitif bagi anak
magang adalah penempatan, isu mutasi adalah penyulut huru-hara bagi pegawai
tetap. Tidak seheboh reaksi anak magang yang masih di puber akhir ini, umumnya
pegawai lebih cool menanggapi isu mutasi. Tapi ada juga mereka bereaksi
spontan, terutama yang namanya terselip dalam SK mutasi,hehe..
comot dari |
Memang mengabdi di instansi ini
harus siap dengan yang namanya mutasi. Suka atau tidak suka, itulah realita
yang ada. Hidup berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain yang mungkin saja
berbeda pulau. Kami para magangers
pun telah menyadari kemungkinan ini sejak pertama kali memasuki instansi ini.
Apalagi para pegawai tetap, malahan sudah mengalami yang namanya mutasi.
Penempatan kerja di luar Jawa
(katanya) banyak suka dukanya. Saya pernah dengar cerita seorang mbak pegawai
yang penempatan pertamanya di Mataram. Lombok cuyyy!! Si Mbak dengan semangat ‘45 berceloteh bahwa Lombok adalah
pulau yang indah dengan gaya hidup yang masih ramah di kantong. Banyak pantai
yang menawan, pemandangan alam yang menakjubkan, dan deket pula ke pulau
Dewata. Tetapi, kata si mbak, sekitar setahunan objek-objek wisata di sana udah
dilalap habis. Pertengahan tahun kedua, mulai bosan dan banyak melamun. Tahun
ketiga, si mbak merengek-rengek minta dipindah.
Bayangin lho..padahal di Lombok!
Tapi emang semuanya tergantung dari
cara kita memandang dan mensyukurinya *elusjenggot.
Yaps, kebanyakan senior yang
mengemban tugas negara di luar Jawa memang menunggu-nunggu sang SK mutasi
dirilis. Doa penuh harap mereka panjatkan semoga segera dilempar kembali ke
Jawa. Bukan bermaksud memuja pulau Jawa, tapi kebanyakan alasan mereka adalah
anak istri/suami tinggal di Jawa. Jadi kembali ke pulau itu berarti mendekatkan
jarak yang selama ini memisahkan mereka dengan orang-orang terkasih.
Mungkin lain ceritanya kalau
keluarga ikut diboyong ke kota tempat kerja. Lebih tenang pastinya, soalnya
tiap pulang kerja ada yang menyambut dengan senyuman manis di depan pintu
*eeaaa…Namun, yang kasihan sebenarnya anak. Anak yang notabene masih berada di
usia bermain dan belajar harus mengalami pengalaman berpindah-pindah sekolah.
Dan teman-teman si dia pun jadi terbatas, terus bergonta-ganti. Yaa namanya
anak kecil ya, persahabatan itu jadi komponen penting untuk membentuk pribadi
dan kehidupannya.
Sebaliknya, mungkin SK mutasi
menimbulkan sedikit kegaduhan buat mereka yang udah mapan di Jawa, atau bahkan
di ibukota. Kalau masih mutasi di dalam pulau sih no problemo, tapi kalau udah harus naik pesawat agak gimanaa gitu.
Saya pernah denger cerita, ada seorang kepala seksi di instansi pusat ini
mendapat selamat dari rekan dan staf beliau. Bukannya sumringah, bapak itu
nampak bermuram durja. Ternyata bapak itu bingung menyampaikan kabar “gembira”
itu kepada istrinya, bahwa beliau dimutasi ke sebuah kota di Kalimantan sana.
Pernah pula suatu ketika saya
iseng melihat profil pegawai yang udah lumayan sepuh di salah satu kantor
cabang di Jakarta. Tak dinyana, meskipun telah berumur bapak tersebut masih di
level staf. Mungkin sebabnya adalah pendidikan terakhirnya SMA.
“Bapak kok nggak ngelanjutin sekolah lagi Pak?”
“Nggak Mas,.saya udah nyaman di sini, keluarga di sini. Ga apa-apalah,
yang penting dekat keluarga.”
Sebenarnya memang keluarga yang
menjadi prioritas kita kan..
Bila SK mutasi menimbulkan
secercah harapan di hati para pegawai di luar sana, SK mutasi membuat senam
jantung di pusat sini. Dag dig dug dueeer..siapa yang beruntung!! :D
Tergantung kita-nya buat
menyingkapi SK mutasi ini. Tapi meninggalkan zona nyaman (apalagi keluarga)
tidak pernah mudah. Kayak udah berkeluarga
aja,hahaha..
Semangaaat!!!
dari |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar