Belanja
negara memegang peranan penting sebagai komponen utama dalam reformasi
pengelolaan keuangan negara. Sebagaimana teori ekonomi menyebutkan bahwa
belanja negara yang efektif dan efisien mampu mendorong perkembangan ekonomi
suatu negara. Satuan kerja diberikan kebebasan dalam membelanjakan dana yang
tercantum dalam DIPA melalui dua mekanisme utama, yaitu dengan mekanisme Uang
Persediaan (UP) dan LS. Pembayaran dengan UP dilakukan oleh Bendahara
Pengeluaran, sedangkan perintah pembayaran langsung berada dalam wewenang PPK
(Pejabat Pembuat Komitmen) dan dibayarkan oleh KPPN .
Menurut
Perdirjen No.66 tahun 2005, Uang Persediaan (UP) adalah uang muka kerja dengan
jumlah tertentu yang bersifat daur ulang (revolving),
diberikan kepada bendahara pengeluaran hanya untuk membiayai kegiatan
operasional kantor sehari-hari yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran
langsung. Dari definisi di atas, terdapat poin penting yaitu bahwa kewenangan
penggunaan UP berada di tangan bendahara pengeluaran. Ternyata dalam mekanisme
pembayaran dengan UP, masih terdapat beberapa kelemahan, salah satunya adalah
ketiadaan dokumen “perintah membayar” dari KPA kepada Bendahara Pengeluaran.
Hal ini akan menyebabkan masalah lain yang akan dibahas selanjutnya.
SAKTI (Sistem
Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi) sebagai sistem pendukung SPAN sudah
seharusnya memperbaiki kelemahan-kelemahan dalam manajemen UP. Dengan demikian,
reformasi pengelolaan keuangan negara
Permasalahan
UP di Satuan Kerja
Dalam pengelolaan keuangan negara,
terdapat pembagian wewenang bagi para pejabat perbendaharaan, yaitu KPA, PPK,
dan PPSPM. Selain itu, terdapat dua hubungan antara pejabat perbendaharan, yaitu
dengan BUN (KPPN) dan dengan Bendahara Pengeluaran.
Sebagaimana yang kita ketahui, atas
tagihan dari pihak ketiga PPK akan menyusun SPM untuk diteliti oleh PPSPM. SPP
yang telah benar akan diterbitkan SPM yang kemudian dikirimkan ke KPPN untuk
diterbitkan SP2D guna dilakukan pembayaran. Dapat diperhatikan di sini bahwa
terdapat mekanisme pengujian oleh PPSPM sekaligus mekanisme internal control.
Bila dibandingkan dengan mekanisme
pembayaran dengan uang persediaan, akan nampak sedikit perbedaan alur. Muara
dari pembayaran dengan UP adalah bendahara pengeluaran. Selain itu, pembayaran
dengan UP terbagi menjadi 2 macam, yaitu :
a. Transaksi yang tidak didahului/ tidak
terdapat aktivitas penagihan
Apabila satuan kerja membutuhkan
barang/ jasa, tanpa harus melalui komitmen terlebih dahulu, KPA/PPK akan
memerintahkan Bendahara Pengeluaran untuk menggunakan UP dalam rangka memenuhi
kebutuhan satker.
b. Transaksi yang didahului/ terdapat
aktivitas penagihan.
KPA menerima tagihan dari pihak ketiga
karena telah melakukan penyerahan barang/ jasa sesuai dengan komitmen yang
telah dibuat. KPA menerima dokumen
sebagai dasar hak tagih yaitu kuitansi, BAST, faktur,dll. Kemudian KPA memerintahkan
Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran.
Pada kedua mekanisme di atas, perintah
pembayaran kepada bendahara pengeluaran tidak berupa dokumen resmi. Oleh karena
itu, Bendahara Pengeluaran tidak dapat melakukan pengujian terhadap perintah
membayar dari KPA/PPK tersebut. Internal
Control tidak berjalan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004. PPSPM juga tidak dilibatkan dalam pengujian perintah membayar,
sebab tidak adanya dokumen resmi, tidak seperti mekanisme pembayaran langsung
yang melalui pengujian dari PPSPM terlebih dahulu.
Dalam pasal 9 ayat 2 (a) PMK Nomor
73/PMK. 05/2008, Bendahara Pengeluaran meneliti kelengkapan perintah pembayaran
yang diajukan PA/KPA meliputi kuitansi/tanda terima, faktur pajak, dan dokumen
lainnya yang menjadi dasar hak tagih. Padahal, seharusnya kewenangan pengujian
tidak berada di tangan Bendahara Pengeluaran, melainkan oleh PPSPM.
Pembenahan Mekanisme
Pembayaran UP
Pada pembayaran tanpa didahului
tagihan, bukti pembelian seperti kwitansi dan faktur pajak diterima Bendahara Pengeluaran sesudah pembayaran telah sah diterima
pihak ketiga. Namun, bukti pembelian ini hanyalah sebagai dasar pencatatan dan
pengesahan penggunaan UP. Seharusnya, ada dokumen resmi dari KPA yang menjadi
perintah pembayaran. Sebagai alternatif, PPK dapat membuat “bon pengeluaran”
yang harus diuji kebenarannya oleh PPSPM. Perintah pembayaran “Bon Pengeluaran” harus tetap diteliti oleh
Bendahara Pengeluaran. “Bon Pengeluaran”
bukan bukti pengeluaran dan harus dipertanggungjawabkan bersama bukti pembayaran
yang asli dalam jangka waktu tertentu.
Sedangkan dalam mekanisme kedua,
pembayaran didahului tagihan, kwitansi, BAST, dll. menjadi dasar perintah
pembayaran kepada Bendahara Pengeluaran tanpa melibatkan PPSPM. Selain itu,
harus ada pula dokumen resmi perintah pembayaran dan kwitansi, BAST, dll.
menjadi lampirannya.
Adanya dokumen perintah membayar yang
resmi dan keterlibatan PPSPM akan menambah process
time pembayaran dengan UP. Akan tetapi, sudah semestinya kontrol atas UP
juga ditingkatkan demi pengelolaan keuangan negara yang lebih baik.
Kesimpulan
SPAN tidak akan berhasil bila SAKTI
tidak dapat terlaksana dengan baik. Oleh karena, manajemen UP yang termasuk
domain SAKTI harus pula dibenahi. Ketiadaan dokumen perintah pembayaran yang
resmi dari KPA kepada Bendahara Pengeluaran menimbulkan masalah tersendiri.
Bendahara Pengeluaran tidak dapat melakukan pengujian terhadap perintah
pembayaran tersebut. Bahkan, PPSPM tidak ada sama sekali karena tidak adanya
dokumen resmi.
Peraturan yang berlaku harus mengatur
penggunaan dokumen resmi secara tegas, bukan hanya kwitansi, faktur, dsb.
Dokumen-dokumen tersebut hanyalah sebagai lampiran. PPSPM seharusnya dilibatkan
dalam proses pengujian perintah pembayaran dari KPA sebelum diterima Bendahara
Pengeluaran.
Dengan demikian, semoga dengan
pembenahan UP dalam SAKTI akan mendukung reformasi pengelolaan keuangan negara
di tingkat pengguna anggaran.
Referensi
:
Modul Manajemen Uang Persediaan
PMK Nomor 73/PMK.05/2008 tentang Tata Cara Penatausahaan
dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara K/L/Kantor/Satuan Kerja
Perdirjen Nomor 66 Tahun 2005 tentang Mekanisme
Pelaksanaan Pembayaran Atas Beban APBN
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar