Sebagai
anak rantau, kos atau kontrakan adalah hal yang sangat penting. Kos atau
kontrakan adalah rumah kedua bagi para anak rantau. Faktor kenyamanan dan
keamanan umumnya menjadi pertimbangan setelah faktor utama, harga. Kali ini
saya ndak akan ngasih tips dan trik buat mencari kos atau kontrakan untuk para
fresh graduate putih abu-abu. Mencari
kos atau kontrakan merupakan salah satu ujian hidup yang harus kalian hadapi
selepas masa alay SMA. Saya mau
cerita aja tentang kos-kosan yang telah saya singgahi sampai detik ini.
Tercatat dalam 9 tahun kehidupan pasca SMA saya, sudah 5 rumah kos yang sudah
saya huni sampai hari ini, walaupun sebenarnya saya adalah tipe lelaki setia
bukan petualang kos. Cerita saya akan saya bagi jadi 2 part, biar ndak
kepanjangan.
Kos
Pertama : Sendowo
Ilustrasi jalan di Sendowo (http://www.rumah.com) |
Rumah kos pertama yang saya
“nikmati” adalah sebuah kos kecil di Sendowo, dekat Fakultas Kedokteran UGM dan
RS Sardjito. Tepatnya di Jalan Akasia. Tentu dapat sampeyan tebak
alasan kuat di balik terpilihnya kos tersebut. Bukan karena saya diterima
kuliah di Kedokteran UGM, sudah pastilah otak (dan dompet) ndak kuat,
melainkan karena faktor harga yang cukup miring di tahun 2008. Hanya
bermodalkan uang Rp150.000/bulan sampeyan akan mendapatkan kamar yang
cukup lapang berukuran 3x3 meter, dilengkapi meja kecil (lesehan), lemari
kecil, dan tanpa kasur ataupun tempat tidur. Seperti umumnya kos-kosan di
Jogja, motor-motor para penghuni diparkir berjajar di sepanjang selasar. Sayangnya
memang kos yang sampai sekarang namanya masih menjadi misteri bagi saya itu
tidak memiliki gerbang jadi orang bisa bebas keluar masuk. Sisi positifnya
adalah kos tersebut berdempetan dengan masjid kecil, sehingga saya jarang telat
sahur, apalagi buka puasa.
Kosan
Kedua : Kos Ibu Akim Warung Jengkol
Karena tak dinyana-nyana
saya lulus USM STAN, mau tak mau saya hijrah menuju Bintaro, tepatnya Warung
Jengkol. Entahlah darimana asal-susulnya nama Warung Jengkol ini bisa
disematkan ke suatu jalan yang padat di dekat kampus STAN. Yang pasti setelah
saya telusuri ketika kepala ini botak akibat ospek, tidak saya temukan satupun
pohon jengkol atau warung yang menjual sayur jengkol di sepanjang jalan tenar
tersebut. Kos saya sendiri menyelip di antara gang-gang sempit Warung Jengkol.
Ada belokan counter pulsa tempat mamang bubur mangkal, lurus, ada tempat
pembuangan sampah. Bukan di tempat pembuangan sampah itu saya ngekos, namun
masih belok ke kanan sampai mentok.
Kosan kedua saya
ini terdiri dari satu lantai setengah, karena dilihat dari wujudnya bangunan
kos ini diniatkan untuk jadi dua lantai. Namun mungkin karena kesulitan modal jadi
separuh dulu yang diselesaikan dan disewakan. Saya agak lupa harga per kamarnya
dibanderol berapa. Enam juta setahun kalo ndak
salah.
Kamar kos sudah
dilengkapi kamar mandi dalam bahkan satu kamar bisa dihuni 2 orang dengan
kondisi masih lumayan lapang. Di dinding pagar tanaman merambat membuat suasana
menjadi asri. Warung-warung makan banyak berserakan di jalan Warung Jengkol
yang hanya sepelemparan batu jauhnya. Lantai dua bisa digunakan untuk duduk menikmati lembayung senja, bermain gitar, menyeruput kopi dan memandang anak-anak yang bermain bola di lapangan. Tengoklah ke kiri dan kanan, banyak eek kucing bertebaran. Yak, eek kucing.
pohon rambutan ke kanan (www.google.com) |
Karena satu dan
lain hal, akhirnya saya pindah (lagi). Alhasil hanya mungkin sekitar 5 bulan
kos ibu Akim saya tempati. Akhirnya saya meninggalkan keramaian Warung Jengkol
dan Kalimongso menuju tanah Sarmili yang sepi untuk mencari jati diri. Sarmili
merupakan kompleks kos di seputaran kampus STAN yang memiliki ciri khas, becek
dan kambing. Kalau hujan jalanan di Sarmili akan berubah tekstur. Dan bukan hal
yang asing bila sampeyan pulang
kuliah menuju kos berpapasan dengan segerombolan kambing. Tapi itu dulu, tahun
2008. Mungkin sekarang masih sama.
Bicara tentang kos Al
Kausar ini, mungkin akan panjang. Karena memang sampai saya lulus kuliah, saya
betah ngga
pindah-pindah ke lain hati. Di sini pulalah saya bertemu dengan tambatan hati
yang notabene tetangga kos. Ciyeee...😍😍😍
penampakan beberapa tahun lalu |
Mungkin sampai di
sini dulu cerita saya tentang kos-kos yang pernah singgah di hati saya. Masih
ada 2 kos lagi yang akan saya bongkar-bongkar pada postingan selanjutnya. See
yaa..😀